Melanjutkan
pelajaran tentang asal-usul mentalitas
miskin penyabot kesuksesan manusia, berikut adalah tiga tanda bahaya
mentalitas miskin dalam diri manusia yang paling umum bisa kita kenali:
1.
Tanda bahaya mentalitas miskin no 1: Uang, uang, uang.
Tanda
bahwa Anda memiliki mentalitas miskin ini di kepala Anda adalah bila Anda tidak
berhenti berpikir tentang uang, uang, uang, uang dan uang.
Mari
saya tanya, "Apa yang Anda pikirkan tentang uang? Kapan Anda berpikir
tentang uang? Apakah Anda sering cemas karena tidak punya cukup uang, atau
bertanya-tanya berapa yang bisa Anda dapatkan? Pernahkah Anda berpikir tentang
apa alasan Anda menginginkan uang, dan kemungkinan bahwa Anda bisa saja
mendapatkan semua itu walau tanpa uang? Apakah Anda merasa harus selalu punya
uang?"
Apakah
Anda merasa iri bila ada orang yang mendapatkan uang lebih banyak dari Anda,
"Kok dia bisa dapat uang lebih banyak dari saya, ya? Kok gajinya lebih
besar ya?" Dan ungkapan cemburu serupa, walau tidak diucapkan dengan
mulut.
Banyak
orang yang miskin atau bermental miskin yang menghabiskan waktu dan energi
mereka dengan memikirkan tentang uang, atau lebih tepatnya, memikirkan fakta
bahwa mereka tidak punya (cukup) uang.
- Aku lagi gak punya uang nih ... ,
- Kapan aku punya uang banyak ya... ,
- Kalau aku punya uang ... ,
- Nanti kalau aku punya uang ... ,
- Seandainya aku punya uang ... ,
- Bagaimana ya caranya aku dapat uang ... ,
- Berapa keuntungan yang aku dapat ... ,
- Pekerjaan itu, berapa ya gajinya ... ,
- Bagaimana melipat gandakan uang yang sudah aku punya ya ... ,
- Usaha apa yang paling bisa menghasilkan uang ya ... ,
- Bagaimana kalau uangku tidak cukup ... ,
- Ada gak yang lebih murah agar aku dapat untung & menghemat uang ... ,
- Kenapa gajiku gak naik-naik ya ... ,
- Kalau aku dipecat, gak ada lagi gaji, keluargaku makan apa ... ,
- Wah uangku ini masih kurang ... ,
- Bagaimana kalau tidak punya uang ... ,
- Ada uang lelahnya gak ya ... ,
- Wah gaji bulan ini sudah habis, kasbon di mana lagi ya ... ,
- Aduh uangku udah habis lagi nih, bokek lagi nih ... ,
- Dsb. Pokoknya uang, uang, uang ... ,
Tidak
peduli berapa banyaknya pun uang Anda, bila Anda masih berkutat dengan pikiran
tentang uang-uang seperti di atas, maka mentalitas Anda masih miskin, dan
kehidupan Anda masih dipenuhi dengan "duka cita" karena ketiadaan
cukup uang, atau kecemasan atau ketakutan akan kekurangan, kehilangan atau
tidak kebagian uang, atau tidak semangat melakukan apapun bila tidak ada
uangnya, dsb.
Pokoknya,
bila semua pemikiran Anda tentang segala segi kehidupan Anda masih diwarnai dan
dimotivasi oleh sebuah alat tukar bernama uang, ini adalah tanda bahaya masih
adanya mentalitas miskin dalam diri Anda.
Dahulu
ketika saya masih miskin (dan bermental miskin), pertanyaan-pertanyaan seperti
di atas itulah yang menghiasi keseharian saya. Begitu juga kegiatan yang
berkutat dengan uang, dari yang mencatat semua bentuk pengeluaran dari yang
kecil sampai yang besar di tiap akhir hari, menghitung-hitung uang apakah bakal
cukup sampai akhir bulan, sampai bertanya-tanya terus tentang bagaimana orang
kaya mendapat uang mereka.
Kalau
ada tawaran pekerjaan, yang saya tanyakan pertama adalah berapa bayarannya.
Kalau diajak usaha, berapa untungnya.
Hidup
saya terfokus pada uang dan terutama pada ketiadaannya dalam hidup saya.
Tiada
habis saya memikirkan tentang hal-hal yang tidak bisa saya beli karena tidak
ada uang, serta hal-hal yang mungkin saya beli seandainya saya punya uang.
Saya
sering mengkhayal tentang turun hujan uang dari langit.
Saya
juga sering sekali iri hati, dan dengki malah, pada mereka yang kaya, yang
hidupnya sepertinya senang terus, selalu punya uang untuk apapun yang mereka
inginkan.
Sering
saya menghibur hati dengan mengingat sebuah ajaran bahwa katanya orang kaya
sering terhalang masuk surga karena hartanya. Karena banyak dari uangnya yang
mungkin tidak berasal dari sumber yang halal. Dan kalau sudah begini, baru saya
merasa tidak terlalu sedih dan iri lagi walau tidak kaya.
Singkatnya,
pikiran tentang uang tidak pernah lepas benar-benar dari benak saya 24/7.
Padahal,
uang itu seperti kupu-kupu yang semakin Anda kejar dengan agresif, justru
semakin sulit untuk Anda tangkap.
Sebaliknya,
bila kita berhenti mengejar, bisa saja tiba-tiba kupu-kupu tersebut mendekat
dan bahkan hinggap, ketika kita justru sedang sibuk menikmati keindahan bunga.
2.
Tanda bahaya mentalitas miskin no 2: "Aku benci orang
kaya!"
Seperti
disebutkan di atas, karena pikiran kita sering berkutat tentang ketiadaan uang
yang kita alami, maka kita jadi sering membandingkan diri sendiri dengan orang
kaya.
Ya,
siapa yang tidak menginginkan menjadi kaya seperti mereka, bisa menjadi dan
membeli apapun yang mereka mau.
Tetapi
sering kali ketika kita melihat orang yang lebih kaya dari kita tersebut, kita
tidak menggunakan kesempatan ini untuk menginspirasi diri, bahwa kalau ada
orang yang bisa kaya, kita juga bisa.
The real problem is not why some pious, humble, believing people
suffer, but why some do not.
Masalah
yang sebenarnya bukanlah kenapa ada orang yang baik, tulus, rendah hati dan
beriman yang miskin dan menderita.
Pertanyaan
pentingnya adalah kenapa ada orang yang berkarakteristik sama yang tidak miskin
atau menderita.
Ini
yang seharusnya kita cari tahu, untuk kita tiru.
(Maksudnya,
kalau memang disuruh memilih antara jadi orang kaya atau jadi orang baik, saya
akan pilih jadi orang baik.
Tetapi
kalau bisa kedua-duanya, jadi orang kaya yang baik, atau jadi orang baik yang
kaya, bukankah itu jauh lebih baik?)
~
C. S. Lewis ~
Tetapi
biasanya kita justru lebih terfokus pada rasa iri kita akan hal-hal yang
dimiliki orang kaya yang tidak kita miliki.
Kenapa
rasa iri berbahaya, karena keirian dan kecemburuan ini kemudian bisa mengarah
menjadi kebencian.
Tidak
lama kemudian Anda akan mulai berpikir atau bahkan mengatakannya dengan
terang-terangan bahwa, "Anda benci orang kaya".
Apakah
Anda ada merasakan sedikit saja perasaan negatif terhadap orang kaya?
Saya
dulu pernah benci orang kaya. Saya benci mereka karena mereka punya semua yang
saya inginkan tapi tidak saya punyai - rumah bagus, mobil mewah, baju-baju
mahal, kehidupan yang mudah dan menyenangkan.
Dan
sebagainya, yang intinya saya sungguh tidak suka sama orang kaya karena
dilandasi oleh keirian dan kecemburuan saya pada mereka. Sehingga saya merasa
perlu untuk "menegakkan keadilan" dengan membuat orang kaya juga ikut
sedikit "menderita" sama seperti saya.
Saya
juga sering punya prasangka buruk sekali tentang orang kaya, macam-macam
prasangka buruk tersebut. Seperti:
- Orang kaya itu menjadi kaya karena mereka pelit.
- Orang kaya pasti sombong.
- Orang kaya itu boros. Boros temannya setan.
- Orang kaya terbiasa nepotisme dan kolusi. Mereka membuat keputusan yang saling menguntungkan sesama mereka saja.
- Orang kaya egois dan tidak memahami kondisi mereka yang tidak punya.
- Orang kaya tega menyuap siapa saja untuk memuluskan semua jalannya.
- Dsb.
Dan
saya juga akan senang sekali kalau mendapat pembuktian bahwa ada orang kaya
yang memang bobrok mentalnya.
Saya
juga akan senang sekali kalau ada dalil/ajaran yang mengatakan bahwa:
- Orang kaya banyak sekali cobaannya untuk bisa masuk surga.
- Bahwa cobaan hidup itu tidak hanya berbentuk kemiskinan tetapi juga kekayaan. Mereka yang kaya itu sebenarnya sedang diuji oleh Tuhan.
- Bahwa kekayaan tidak bisa membeli kebahagiaan.
- Bahwa banyak orang kaya yang hidupnya merana.
- Bahwa kaya di dunia tidak berarti selamat di akherat dsb.
- Dsb.
Nah,
di sinilah problem yang sebenarnya muncul, karena walau saya merasa tidak suka
pada orang kaya, dan merasa bahwa kekayaan banyak nilai negatifnya, Anda tahu
apa yang saya lakukan?
Ya,
saya berusaha dengan sekeras mungkin untuk juga menjadi kaya sama seperti
mereka.
Saya
berjuang mati-matian untuk mencari kekayaan.
Pikiran,
perasaan dan tindakan saya tidak sinkron, sehingga saling menyabotase.
Sama
seperti orang yang bilang mau sehat tetapi tidak menjalankan hidup sehat.
Sama
seperti mereka yang bilang mau pintar tetapi malas belajar.
Sama
seperti mereka yang ingin naik gaji tetapi tidak menunjukkan prestasi.
Karena
konflik internal ini, sering sekali terjadi ketika saya pikir saya sudah dekat
dengan yang saya impikan, impian tersebut buyar berantakan, karena di dalam
program pikiran saya, tanpa saya ketahui diam-diam bercokol virus mentalitas
miskin, yang selalu merusak semua data tentang kekayaan yang sedang saya olah.
Saya
pikir "komputer" saya terprogram untuk sukses, tetapi ternyata tidak,
atau paling tidak programnya telah terkorupsi (corrupted) by the
poverty mentality virus.
3.
Tanda bahaya mentalitas miskin no 3: Membuat keputusan
berdasarkan rasa takut.
Ya,
membuat keputusan berdasarkan rasa takut akan kegagalan atau takut rugi adalah
tanda bahaya akan adanya mentalitas miskin dalam diri Anda yang tidak akan
mengantarkan Anda ke kemakmuran atau kesuksesan.
Bahkan
mengambil keputusan berdasarkan rasa takut rugi atau takut gagal ini akan merampas
rasa bahagia dan ketenangan Anda, merampas rasa gembira Anda akan kemungkinan
sukses yang akan datang.
Dan
semua rasa takut dan cemas ini akan mempengaruhi tingkah laku Anda.
Pernah
Anda lihat orang yang lebih memilih untuk berputar-putar beberapa blok mencari
tempat parkir yang gratis dari pada harus membayar beberapa ribu rupiah saja.
Atau
orang yang menghabiskan waktu berjam-jam di angkot yang kerjanya "nge-tem"
terus daripada membayar beberapa ribu ekstra untuk naik taksi, padahal mereka
punya uangnya.
Atau
orang yang memilih barang yang lebih murah sedikit walau kualitasnya jauh lebih
rendah.
Atau
orang yang menunda berobat ketika sakit dengan tujuan berhemat, sampai
penyakitnya semakin gawat dan sudah terlambat.
Atau
orang yang memilih menyimpan uang 100 ribu mereka daripada menginvestasikannya
walau kemungkinan nilai kembali bisa mencapai 10 kali lipatnya.
Atau
orang yang memilih bertahan dengan pekerjaan tetapnya selama bertahun-tahun
meski sudah jelas hasilnya kecil dan tidak pernah naik, daripada menjajagi
kemungkinan baru.
Bayangkan,
40 tahun melakukan hal yang sama dari hari ke hari walau sudah jelas hasilnya
nyaris tidak ada.
Ada
banyak sekali kasus kemiskinan kronis seperti ini di dunia, dan di negara kita.
- 20 tahun menjadi pemulung.
- Puluhan tahun menjadi pegawai negeri kelas rendah.
- Puluhan tahun menjadi pembantu orang.
- Puluhan tahun menjadi petani kecil, atau buruh kasar, atau kuli angkut, atau pekerjaan kasar rendahan lainnya.
- Puluhan tahun melakukan pekerjaan yang tidak menyenangkan dan tidak banyak menghasilkan.
- Miskin sedari puluhan tahun yang lalu karena tiada berubahnya mata pencaharian mereka.
Intinya,
miskin selama puluhan tahun karena ketakutan yang lebih besar akan kegagalan
bila mencoba sesuatu yang baru.
Semua
keputusan mirip-mirip ini didasari oleh rasa takut rugi atau takut gagal, lebih
baik aman dengan yang selama ini sudah dijalani daripada mengambil tindakan
yang belum pasti (atau fear of the unknown alias rasa takut akan
sesuatu yang belum diketahui, belum pasti).
Tetapi
pembaca, apa yang pasti dalam hidup ini? Bahkan janji Tuhan untuk membalas sepuluh
kali lipat semua pemberian kita saja juga in a sense "tidak
pasti", karena kita tidak tahu kapannya.
Semua
yang kita lakukan, apa lagi yang untuk kali pertama, banyak yang berdasar hanya
pada rasa percaya dan keyakinan semata, karena memang kita tidak bisa tahu
pasti apa yang akan terjadi nantinya di masa depan kita.
Tetapi
keputusan yang diambil berdasarkan rasa takut ini tidak akan mengantarkan kita
pada kekayaan. Karena fokus Anda bukan untuk mencoba mendapatkan kemungkinan
keuntungannya, tetapi bagaimana menghindari kemungkinan buruknya.
Kalau
Anda berkilah, "Habisnya, itu kan belum pasti untung," saya tanya
balik, "Tetapi belum pasti rugi juga, kan?"
Selama
segala sesuatu itu telah diperhitungkan semaksimal mungkin, apa salahnya
mencoba sesuatu yang baru?
Bahkan
jodoh yang kita pilih untuk kita nikahi juga belum pasti
"menguntungkan", bukan?
Bagaimana
Anda tahu apakah pikiran bawah sadar Anda diprogram untuk siap menerima
kesuksesan dan kekayaan atau bakal terjebak dalam kemiskinan selamanya?
Bila
Anda ingin tahu, coba telaah jawaban-jawaban Anda untuk skenario yang saya
tanyakan dan bahas sebelumnya di atas.
Pikirkan
baik-baik, adakah jawaban yang mirip dengan Anda?
Bila
keputusan-keputusan dan tindakan yang Anda ambil, terutama yang berhubungan
dengan karir, usaha dan keuangan berbentuk "hati-hatilah, siapa tahu
gagal. Lebih baik tidak dicoba, daripada dicoba tapi nanti malah gagal"
berarti pikiran Anda terprogram untuk miskin.
Anda
lihat kan perbedaan kedua attitude ini?
Yang
lebih oke, KLIK DISINI
rahasia hidup sukses, sukses mudah, sukses total, rahasia sukses
Tidak ada komentar:
Posting Komentar